Kamis, 29 Oktober 2015

Bhante Win Vijjano

KASIH = UNIVERSAL
http://www.walubi.or.id/warta2006/images/small/bwin_300_116.JPG
Bhante Win Vijjano (1923-2006) adalah seorang bhante asal Thailand yang datang ke Indonesia dalam misi Dhamma Duta Thailand di Indonesia (misi mengembangkan agama Buddha). Saat tiba di Jakarta, Bhante Win langsung belajar bahasa Indonesia, kata demi kata.  Ini sebagai upayanya untuk berkomunikasi dengan umat agar lebih mengerti Ajaran Sang Buddha . Meskipun memiliki keterbatasan kosa kata, dia tidak ragu-ragu memberikan Dhammadesana dalam bahasa Indonesia. Adakalanya hal itu mengundang gelak tawa umat yang mendengar Dhammadesana karena salah penyebutan. Tetapi Bhante Win tidak malu dan dengan sabar terus belajar agar dapat sepenuhnya menguasai bahasa Indonesia. Ia sering melakukan perjalanan ke Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kadang kegiatan itu  dilakukan sampai malam hari. Bhante Win selalu bekerja keras agar umat Buddha mengerti Dhamma. Tak hanya sebatas Jawa, Bhante Win juga pergi ke seluruh Nusantara. Segala tugas itu diembannya dengan senang hati, tanpa keluhan disertai dengan senyuman khas pribadi sederhana ini. Di manapun Bhante Win bertemu umat, ia selalu menunjukkan sikap gembira dan hormat.
Tak hanya mengajar, Bhante Win juga menjadi penasihat dalam organisasi Buddha dan pelopor pembangunan vihara baru di Indonesia. Beliau juga turun tangan dalam bencana banjir tahun 2002 . Tanpa dorongan dari pihak mana pun Bhante Win beserta para relawan membagikan nasi bungkus kepada setiap korban banjir secara langsung dengan perahu karet. Setiap bungkus ia berikan dengan senyuman dan tak mengenal lelah. Pada tahun 2004 saat penanggulangan bencana Tsunami di Aceh, beliau juga setia memotivasi relawan WALUBI yang membantu korban di Aceh. Bhante Win selalu menguatkan agar para relawan tetap sehat dan bahwa kerja mereka bagus sekali dalam membantu korban.
Pada tahun 2004, stamina Bhante Win mulai menurun. Walau begitu ia tetap memberikan ceramah dan mengecek kebersihan vihara secara rutin. Akhir 2005 meski dalam kondisi sakit, Bhante Win beserta tim justru berziarah ke tanah suci Buddha, Taman Lumbhini, Nepal. Keceriaan dan semangat membuatnya dapat tetap berdiri, bahkan menjadi pemimpin doa selama ziarah tersebut berlangsung. Pada tahun 2006 kondisi beliau memburuk hingga 6 Mei 2006, Bhante Win menghembuskan nafas terakhirnya.Sikap Bhante Win yang tenang dan penuh dengan cinta kasih membuat saya kagum. Kegigihannya dalam mengembangkan agama Buddha di Indonesia mencerminkan tekad dan disiplin yang kuat dalam mengemban tugasnya. Walaupun ia berasal dari Thailand, Bhante tidak membeda-bedakan dan menjadi malas. Sebaliknya, Beliau begitu ingin dhamma dapat tersampaikan dengan baik kepada setiap orang yang mendengarnya. Hal ini dibuktikan dalam keiinginannya yang begitu kuat untuk belajar Bahasa Indonesia. Padahal belajar suatu bahasa bukanlah perkara mudah. Apalagi saat penerapan Bhante Win kerap ditertawakan karena salah pelafalan. Hal ini tidak menghentikan semangat Bhante Win. Ia justru tersenyum dan terus belajar, sedikit demi sedikit. Hingga pada akhirnya ia dapat berkomunikasi secara lancer dengan masyarakat.
Hal ini menginspirasi saya, karena tak banyak orang yang begitu gigih dalam profesinya, apalagi profesi sosial. Di luar tanah airnya pula. Biasanya orang cenderung malas dan ogah-ogahan, tetapi dari kisah Bhante Win, saya belajar dan saya merasa malu dengan diri saya sendiri. Betapa saya mudah terjerat rasa malas dan segan, disaat orang lain berjuang keras bahkan bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Disaat menghadapi tugas dan ulangan, saya tak jarang mengeluh dan hanya menyalahkan keadaan. Kegigihan Bhante Win telah menyadarkan saya. Seseorang, dengan tujuan yang begitu mulia, dan bahkan tujuan tersebut bukan bagi bangsanya sendiri, ia dengan penuh semangat dan tanpa pamrih melakukan tugasnya. Cinta kasih Bhante lebih luas daripada nafsu duniawinya. Itulah yang menyebabkan bhante tak memandang bulu dalam mengajar dan memberi pertolongan. Seperti peristiwa banjir dan tsunami, Bhante dengan sigap tanpa dorongan dari pihak apapun langsung membentuk tim dan melakukan aksi nyata seperti membagikan pangan dan dorongan moral. Setiap bungkus nasi bhante bagikan dengan senyuman disertai kata-kata yang menenangkan korban.
Betapa Bhante Win telah mengajarkan cinta kasih yang begitu tulus, begitu welas asih. Kasih yang bersifat universal, tidak membedakan apapun. Kasih yang ikhlas. Kasih yang damai









Tidak ada komentar:

Posting Komentar